“Akhirnya
semua akan tiba pada suatu hari yang biasa
Pada
suatu ketika yang telah lama kita ketahui
Apakah
kau masih berbicara selembut dahulu?
Memintaku
minum susu dan tidur yang lelap?
Sambil
membenarkan letak leher kemejaku”
Kabut
tipis pun turun pelan – pelan di lembah kasih
Lembah
mandala wangi
Kau
dan aku tegak berdiri
Melihat
hutan – hutan yang menjadi suram
Meresapi
belaian angin yang menjadi dingin
“Apakah
kau masih membelaiku semesra dahulu
Ketika
ku dekap kau, dekaplah lebih mesra, lebih dekat”
Lampu
– lampu berkelipan di Jakarta yang sepi
Kota
kita berdua
Yang
tua dan terlena dalam mimpinya
Kau
dan aku berbicara
Tanpa
kata, tanpa suara ketika malam yang basah menyelimuti Jakarta kita
“Apakah
kau masih akan berkata, kudengar derap jantungmu.
Kita
begitu berbeda dalam semua kecuali dalam cinta?”
Haripun
menjadi malam
Kulihat
semuanya menjadi muram
Wajah
– wajah yang tidak kita kenal berbicara dalam bahasa yang tidak kita mengerti
Seperti
kabut pagi itu
“Manisku,
aku akan jalan terus
Membawa
kenangan – kenangan dan harapan – harapan bersama hidup yang begitu biru”
-Soe Hok Gie-