Terkadang ingin sejenak aku diam dan melihat kehidupan mereka tanpa
diriku, akankah mereka mengingat dan mengenangku disaat aku tak ada?
Ingin rasanya mengetahui apa yang mereka rasakan ketika nanti aku tak
lagi bisa menemani mereka dalam kehidupannya yang baru tanpaku -tanpa
aku-.
Mungkin kedua orangtua, adik dan kakakku tidak lagi akan
merasa risih karena sudah tak ada lagi yang akan mengganggu mereka,
mungkin juga mereka akan hidup seperti biasanya, tak akan ada lagi
sepintas pikiran tentang diriku, karena pasti aku akan menjadi yang
terlupakan.
Teman-temanku akan menjalani kehidupannya seperti
biasa, melupakanku dan menemukan teman yang baru, teman yang jauh
berbeda dan jauh lebih baik dari diriku.
Terutama kekasihku, pasti
seiring berjalannya waktu ia akan menemukan cinta baru dan mulai
melupakanku, menjalani kehidupan dengan kisah cinta yang baru, tak akan
terlintas lagi kenangan tentangku, ah sedih rasanya jika harus kulihat
kenyataan yang seperti itu.
Aku tak pernah ingin pergi tanpa
berpamit secepat itu, hanya saja pikiran nakal ini tiba-tiba melintas
dimalam saat hujan turun deras, ah mungkin suara hujan yang menghujam
genting ini meresonansi pikiranku ke masa lalu, masa di 14 tahun yang
lalu, lebih tepatnya masa dibulan Desember 2001, aku tak akan
memberitahu tanggalnya, karena aku akan melupakan kejadian di tanggal
itu, lebih tepatnya aku ingin tanggal itu menghilang dari kehidupanku,
-menghilang-.
Sampai saat ini, aku belum bisa menemukan sosok yang
sama atau mungkin sosok yang hampir mirip untuk bisa ku andalkan dan ku
ajak bicara, padahal sudah 14 tahun lamanya, tapi kenapa aku belum juga
bisa beradaptasi dengan lingkungan baru, aku tak pernah bisa lebih
terbuka, terlebih pada ibuku sendiri yang seharusnya sudah tak ada
sekat lagi antara kita, tapi tetap saja sampai sekarang aku masih merasa
sedikit canggung, meskipun tak selalu ku perlihatkan hal itu, karena
aku takut akan menyakiti hatinya. Entah kenapa, tapi hatiku lebih
menuntun kepada seseorang yang sudah tiada daripada ke orang yang
jelas-jelas berdiri dihadapanku untuk mempertahankanku.
Malam yang
indah, namun sayang pagi yang kelam. Pagi diawal Desember dulu, yang
benar-benar membuatku berubah tanpa alasan, aku mengerti dan aku
menyadari perubahan itu, tapi aku tak bisa lagi untuk kembali seperti
semula, sampai kapan aku harus bermain peran seperti ini? Ini bukan aku
yang seharusnya, aku yang dulu, entah harus bagaimana lagi untuk
memperbaikinya, sepertinya sudah terlambat, tapi aku tak pernah menyerah
untuk mencobanya.
Ah kenapa juga harus aku yang mengikuti jejakmu
hai wanita yang kini sudah tak lagi ada dihidupku? kenapa harus aku
yang kau pilih untuk menemanimu? Aku lelah jika terus seperti ini, tapi
aku tak pernah tahu, apakah dulu kau juga sempat merasa lelah? Padahal
baru juga aku menjalaninya sekitar 4 tahun, bagaimana denganmu yang
sudah sempat menjalaninya selama 7 tahun? Sanggupkah aku melampaui batas
waktumu?
Hei, aku ingin terjun sebebas mungkin dan merasakan
angin yang merasuki pori-pori kulitku dengan mata terpejam dan perasaan
yang sungguh bebas bahagia. Tapi kenyataannya? Aku harus mampu bertahan
dalam rantai yang membelit sekujur tubuhku, membuat batas gerak tubuhku
dan membekap mulutku untuk tak berbicara, bisakah terus hidup berjalan
seperti ini?
Aku semakin tertekan jika mereka berbicara masalah
"ketakutan", kau tahu persis bukan ketakutan apa yang aku maksudkan?
Yap! ketakutan akan kehilangan diriku, ketakutan jika saja kejadian
malam awal desember lalu terulang kembali, tanpa permisi tanpa berpamit
aku tak lagi membuka mata, sama sepertimu. Aku semakin lelah mendengar
semua alasan itu, sangat tertekan rasanya. Sejujurnya aku masih belum
bisa menerimanya, namun bukankah hidup harus terus berjalan?
Aku
ingin bertanya kepadamu hai wanita hebat, bagaimana rasanya saat malam
itu? sudahkah pernah aku merasakan hal semacam itu? bagaimana perasaanmu
dimalam itu? atau mungkin dipagi itu? Pagi saat aku mengharapkan kau
sudah menempelkan ujung hidungmu pada hidungku untuk membangunkanku
sambil memelukku, setelah perlahan aku membuka mata harusnya kau sontak
mengejutkanku dengan teriakan kecil dan kecupan hangat dikeningku yang
kemudian kau menggendongku mengajakku berkeliling ditaman belakang
rumah, pagi itu aku masih berharap kau membuka matamu, hei kenapa berat
sekali kau membuka mata? sebegitu beratkah kau mengantuk? paksa hatiku,
sampai saat ini.
Aku juga masih tak mengerti, kenapa ibuku
membiarkan kau begitu mendekatiku, sampai-sampai melebihi kedekatannya
denganku, kau tahukah kenapa? Kini aku sudah tahu hai wanita hebatku,
ibuku -wanita kebanggaanku- itu sudah memberiku jawaban pasti untuk
pertanyaan yang terus mengambang ketika aku beranjak dewasa kemarin. Dan
aku tak pernah lelah untuk memanggilnya kebanggaanku, karena memang ia
pantas untuk dibanggakan. Ia rela menyampingkan perasaannya hanya demi
dirimu wanita hebatku, aku memang tak tahu persis seperti apa
perasaannya, namun sedikitnya aku bisa merasa ia tidak rela jika harus
melepas buah hatinya bersama orang lain, bahkan sampai menganggap wanita
yang melahirkannya asing dimatanya.
Aku bangga padamu, tapi aku lebih bangga pada ibuku :)
Kenapa sulit sekali melepasmu hai wanita hebat?
bisakah kau biarkan aku terlepas dari jeratan eratmu ini? sudikah kau
membiarkan aku berjalan dan berdiri sendiri tanpa bantuanmu? Jika rasa
ini terus ada, aku yang akan mengkhawatirkanmu, aku takut kau tak akan
lelap dalam tidurmu, kau tak akan tenang dalam gelapmu. Aku mohon,
lepaskan saja diriku, jangan lagi kau pikirkan tentangku, agar tidurmu
lelap, aku berjanji tak akan mengganggu tidurmu, aku tak akan
membangunkanmu, tapi ku mohon lepaskan genggaman ini, sudah 14 tahun,
aku lelah.........
Read More