Cerita, Cinta, dan Kita

Selasa, 08 September 2015

Prolog (lagi)



            Kemarin, setengah mati aku merindumu. Hari ini, setengah hati aku menemuimu. Merindumu bukan sekedar kata yang terucap. Ia selalu menancap dalam dada, menyakiti siapapun yang mendekat. Sedetikpun rindu tak memberiku kesempatan untuk bernafas lega.
            Merindukanmu bagai berdiri ditengah hamparan duri. Aku tak bisa menemukan jalan keluar dari duri-duri yang terus menyakiti langkah kakiku. Rindu selalu mengawasiku, dimanapun dan kapanpun. Ia tak pernah lelah mengingatkanku tentangmu. Membuat batin ini semakin perih merasakan rindu yang mengiris hati.
            Ah, rindu. Satu kata yang tak pernah terungkap maknanya, walau memiliki beribu macam arti. Satu kata yang mampu melumpuhkan ingatan tentang apapun kecuali dirimu. Hei rindu, kenapa kau begitu licik, kau memaksaku untuk menjabat tanganmu sebagai tanda bahwa akulah hambamu. Apa kau sekejam itu, rindu?
Read More

Rabu, 27 Mei 2015

Rindu Tak Bertuan

Rindu
Satu kata yang tak pernah kehabisan makna
Satu kata yang tak mudah untuk di ungkapkan

Seperti tanah yang merindukan hujan,
aku ingin merindukanmu
Membiarkan rindu yang terus menjalari hati ini
Sampai nanti, sampai kau datang untuk meredakan gejolak rindu yang menggebu di hati

Atau mungkin seperti langit yang merindukan bintang
Membiarkan diriku hanyut dalam kegelapan
Hingga kau datang mengulurkan tanganmu dan menarikku dari kegelapan ini

Rindu ini tak pernah terucap, tak jua pernah terungkap
Rindu yang tak pasti untuk siapa
Rindu yang datang dan pergi seenaknya
Rindu ini terus mencari tuannya

Berharap untuk segera bermuara

-Hariyatunnisa Ahmad-
Read More

Berselimut Rindu

Satu kata lagi
Ia tak ingin keluar,
masih malu dan terus bersembunyi

Dengan jarak tak sampai pandang
Berlalu tanpa berpamit
Tak ada keluh yang lebih melelahkan
Selain berharap rindu meninggalkan

Semakin lama, rindu ini semakin menggerogoti hati,
menyesakkan dada dan menyedak tenggorokan ku
Dengan atau tanpa air mata rindu ini memaksa untuk terus bersembunyi

Suara lembut yang menyapa di setiap pagi, kini ia tengah terlelap dalam pangkuan-Nya

Tenang…

Aku takkan mengganggu tidurmu, aku selalu menyelimuti mu dengan untaian doa

-Hariyatunnisa Ahmad-
Read More

Minggu, 24 Mei 2015

Semangat yang Padam

Hari ini, seperti biasa, aku masih duduk termangu menanti keajaiban datang. Keajaiban yang akan mengubah kehidupanku, keajaiban yang bisa menggugah semangat hidupku. Masih terngiang di telingaku, sebuah kalimat yang sampai saat ini masih sulit aku cerna, "pahamilah bahasa tubuhmu sendiri!". Singkat memang, tapi aku masih mencari arti dari kalimat sederhana itu.
Pernah berpikir untukku mengakhiri semua ini, mengakhiri hidupku yang entah bisa sampai berapa lama lagi, semakin lama semangatku mulai goyah, semakin lama tubuh ini terus berdemo meminta ku untuk berhenti. Sepertinya tubuh ini sudah memulai aksi protesnya, ia lelah untuk terus ku paksakan.
Jika memang haruslah aku berhenti sampai disini, jika memang perjuanganku harus ku sudahi sampai disini, aku hanya meminta, hentikanlah aku dengan baik, Tuhan :')
Hentikanlah perjuanganku yang terasa sia-sia ini, hentikan dengan baik dan perlahan, perlahan sampai aku tak akan bisa merasakan kepedihannya. Kepedihan mendengar racauan orang-orang di sekitarku, kepedihan akan kenangan tak baik yang aku berikan pada orang-orang di sekitarku.
Jiwa ini hanya milikmu, aku tak pernah memiliki hak apapun atas jiwa ini. Jika memang Kau ingin mengambilnya kembali, ambillah, tapi jangan sampai membangunkanku.
Tubuh ini lelah, diri ini sudah tak kuasa, rampaslah kembali apa yang menjadi milikMu ini, Tuhan.
Dulu, semangat ini sungguh tak pernah sulut dalam diri, selalu terus berkobar meminta bara api jika hampir padam. Kali ini, aku sudah tak memiliki persediaan bara api itu, semangat ini hampir padam, aku sudah tak ingin memberikan bara api semangat (lagi) untuk diri ini.
Sudahlah, jika memang Kau menginginkanku untuk terus berjumpa dengan segala ciptaanMu, biarkan aku seperti ini, sampai nanti Kau akan rela dan berbaik hati untuk menjemputku, mengambil apa yang memang milikmu, aku hanya seorang peminjam yang tak tahu diri, seorang peminjam yang tak pandai menjaga, maafkan aku telah mengecewakanMu..
Read More

Senin, 11 Mei 2015

This Is My Kingdom

Aku hanya ingin membagikan sedikit duniaku padamu, setidaknya agar kau lebih mengenalku lewat duniaku, bukan lewat dunia nyata yang ku isi dengan penuh kebohongan.
Aku sangat senang jika bercerita padamu, aku juga sangat antusias mengenalkan duniaku padamu, tapi sepertinya tidak sebaliknya yang aku dapatkan. Kau memintaku untuk lebih membuka pintuku, agar kau memiliki celah untuk bisa masuk, tapi saat pintu sudah mulai ku buka perlahan, kau justru lebih memilih balik badan.
Jika saja seseorang yang lain lebih mengetahui dan lebih mengenal duniaku, apakah hal itu tidak akan menyakitkanmu?
Bukan aku memaksamu untuk mengerti ataupun mengiyakan segala ambisiku. Tapi, aku hanya merasa risih disaat orang yang sangat ku inginkan untuk lebih mengenal duniaku justru acuh, tapi orang yang tak sangat ku harapkan ia justru lebih ingin mengenal duniaku, lantas apa yang bisa aku perbuat?
Meskipun sebenarnya dia bisa saja berkata "udahlah, aku ga ngerti kamu ngomong apa" tapi dia lebih memilih diam dan lebih ekspresif atas antusiasku pada duniaku. Tapi tidak denganmu, kau justru lebih memilih diam dengan senyum "beribu makna", senyum yang entah apakah tak ingin mendengarkan atau tak ingin mengetahui, ataukah senyum masa bodoh, atau mungkin senyum senang. Aku tak bisa menyimpulkan.
Kenapa orang lain bisa lebih menghargai segala aspek duniaku dibanding dirimu? Apa kau memang sudah tak ingin lagi tahu tentang fantasiku yang mungkin sudah melebar tak masuk akal?
Setidaknya aku hanya ingin dihargai, kau bisa lebih merespon apa yang aku utarakan. Kau bisa berjabat tangan dengan penghuni duniaku.
Ah, mungkin kau tidak akan terlalu memikirkannya, kau sudah memiliki pikiran lain yang jauh lebih penting. Tapi sudikah kau ada orang lain yang mengisi duniaku, dan itu bukanlah dirimu?
Sejujur-jujurnya diriku jika kau mengenal duniaku, bila kau hanya mengenalku di dunia nyata, kau tak akan pernah tau bagaimana aku. Maukah kau menerima kebohongan dari diriku dan membiarkan kejujuranku dimiliki oleh orang lain?
Bukan maksud hatiku untuk mendua, aku hanya ingin berbagi keceriaan, tapi sepertinya kau belumlah menjadi orang yang tepat. Dia bisa lebih menghargaiku, merespon meski ia sendiri tak pernah mengerti karena memang duniaku sangat bertolak belakang dengan dunianya, tapi ia bisa belajar untuk menerima semua cerita khayalku yang sama sekali tak pernah masuk di akal. Maukah kau meminta kejujuran dariku? Membiarkanku bersikap seadanya sebagaimana keadaanku di duniaku?
:)
Read More

Minggu, 26 April 2015

#3

Terkadang ingin sejenak aku diam dan melihat kehidupan mereka tanpa diriku, akankah mereka mengingat dan mengenangku disaat aku tak ada? Ingin rasanya mengetahui apa yang mereka rasakan ketika nanti aku tak lagi bisa menemani mereka dalam kehidupannya yang baru tanpaku -tanpa aku-.
Mungkin kedua orangtua, adik dan kakakku tidak lagi akan merasa risih karena sudah tak ada lagi yang akan mengganggu mereka, mungkin juga mereka akan hidup seperti biasanya, tak akan ada lagi sepintas pikiran tentang diriku, karena pasti aku akan menjadi yang terlupakan.
Teman-temanku akan menjalani kehidupannya seperti biasa, melupakanku dan menemukan teman yang baru, teman yang jauh berbeda dan jauh lebih baik dari diriku.
Terutama kekasihku, pasti seiring berjalannya waktu ia akan menemukan cinta baru dan mulai melupakanku, menjalani kehidupan dengan kisah cinta yang baru, tak akan terlintas lagi kenangan tentangku, ah sedih rasanya jika harus kulihat kenyataan yang seperti itu.
Aku tak pernah ingin pergi tanpa berpamit secepat itu, hanya saja pikiran nakal ini tiba-tiba melintas dimalam saat hujan turun deras, ah mungkin suara hujan yang menghujam genting ini meresonansi pikiranku ke masa lalu, masa di 14 tahun yang lalu, lebih tepatnya masa dibulan Desember 2001, aku tak akan memberitahu tanggalnya, karena aku akan melupakan kejadian di tanggal itu, lebih tepatnya aku ingin tanggal itu menghilang dari kehidupanku, -menghilang-.
Sampai saat ini, aku belum bisa menemukan sosok yang sama atau mungkin sosok yang hampir mirip untuk bisa ku andalkan dan ku ajak bicara, padahal sudah 14 tahun lamanya, tapi kenapa aku belum juga bisa beradaptasi dengan lingkungan baru, aku tak pernah bisa lebih terbuka, terlebih pada ibuku sendiri yang seharusnya sudah tak ada sekat lagi antara kita, tapi tetap saja sampai sekarang aku masih merasa sedikit canggung, meskipun tak selalu ku perlihatkan hal itu, karena aku takut akan menyakiti hatinya. Entah kenapa, tapi hatiku lebih menuntun kepada seseorang yang sudah tiada daripada ke orang yang jelas-jelas berdiri dihadapanku untuk mempertahankanku.
Malam yang indah, namun sayang pagi yang kelam. Pagi diawal Desember dulu, yang benar-benar membuatku berubah tanpa alasan, aku mengerti dan aku menyadari perubahan itu, tapi aku tak bisa lagi untuk kembali seperti semula, sampai kapan aku harus bermain peran seperti ini? Ini bukan aku yang seharusnya, aku yang dulu, entah harus bagaimana lagi untuk memperbaikinya, sepertinya sudah terlambat, tapi aku tak pernah menyerah untuk mencobanya.
Ah kenapa juga harus aku yang mengikuti jejakmu hai wanita yang kini sudah tak lagi ada dihidupku? kenapa harus aku yang kau pilih untuk menemanimu? Aku lelah jika terus seperti ini, tapi aku tak pernah tahu, apakah dulu kau juga sempat merasa lelah? Padahal baru juga aku menjalaninya sekitar 4 tahun, bagaimana denganmu yang sudah sempat menjalaninya selama 7 tahun? Sanggupkah aku melampaui batas waktumu?
Hei, aku ingin terjun sebebas mungkin dan merasakan angin yang merasuki pori-pori kulitku dengan mata terpejam dan perasaan yang sungguh bebas bahagia. Tapi kenyataannya? Aku harus mampu bertahan dalam rantai yang membelit sekujur tubuhku, membuat batas gerak tubuhku dan membekap mulutku untuk tak berbicara, bisakah terus hidup berjalan seperti ini?
Aku semakin tertekan jika mereka berbicara masalah "ketakutan", kau tahu persis bukan ketakutan apa yang aku maksudkan? Yap! ketakutan akan kehilangan diriku, ketakutan jika saja kejadian malam awal desember lalu terulang kembali, tanpa permisi tanpa berpamit aku tak lagi membuka mata, sama sepertimu. Aku semakin lelah mendengar semua alasan itu, sangat tertekan rasanya. Sejujurnya aku masih belum bisa menerimanya, namun bukankah hidup harus terus berjalan?
Aku ingin bertanya kepadamu hai wanita hebat, bagaimana rasanya saat malam itu? sudahkah pernah aku merasakan hal semacam itu? bagaimana perasaanmu dimalam itu? atau mungkin dipagi itu? Pagi saat aku mengharapkan kau sudah menempelkan ujung hidungmu pada hidungku untuk membangunkanku sambil memelukku, setelah perlahan aku membuka mata harusnya kau sontak mengejutkanku dengan teriakan kecil dan kecupan hangat dikeningku yang kemudian kau menggendongku mengajakku berkeliling ditaman belakang rumah, pagi itu aku masih berharap kau membuka matamu, hei kenapa berat sekali kau membuka mata? sebegitu beratkah kau mengantuk? paksa hatiku, sampai saat ini.
Aku juga masih tak mengerti, kenapa ibuku membiarkan kau begitu mendekatiku, sampai-sampai melebihi kedekatannya denganku, kau tahukah kenapa? Kini aku sudah tahu hai wanita hebatku, ibuku -wanita kebanggaanku- itu sudah memberiku jawaban pasti untuk pertanyaan yang terus mengambang ketika aku beranjak dewasa kemarin. Dan aku tak pernah lelah untuk memanggilnya kebanggaanku, karena memang ia pantas untuk dibanggakan. Ia rela menyampingkan perasaannya hanya demi dirimu wanita hebatku, aku memang tak tahu persis seperti apa perasaannya, namun sedikitnya aku bisa merasa ia tidak rela jika harus melepas buah hatinya bersama orang lain, bahkan sampai menganggap wanita yang melahirkannya asing dimatanya.
Aku bangga padamu, tapi aku lebih bangga pada ibuku :)
Kenapa sulit sekali melepasmu hai wanita hebat? bisakah kau biarkan aku terlepas dari jeratan eratmu ini? sudikah kau membiarkan aku berjalan dan berdiri sendiri tanpa bantuanmu? Jika rasa ini terus ada, aku yang akan mengkhawatirkanmu, aku takut kau tak akan lelap dalam tidurmu, kau tak akan tenang dalam gelapmu. Aku mohon, lepaskan saja diriku, jangan lagi kau pikirkan tentangku, agar tidurmu lelap, aku berjanji tak akan mengganggu tidurmu, aku tak akan membangunkanmu, tapi ku mohon lepaskan genggaman ini, sudah 14 tahun, aku lelah.........
Read More

Sabtu, 18 April 2015

Aku dan kau tetap menjadi "Kita"

Dear sahabatku tercinta,

Bagaimana kabarmu setelah hari penghakiman itu? Maaf, mungkin cara kami seperti menghakimimu, tapi sebenarnya kami sangat peduli padamu.
Hanya dengan tulisan aku bisa bercerita dan berekspresi, aku tak pandai merangkai kata lisan yang pantas untuk diucapkan, maka dari itu aku lebih memilih menulisnya untuk meluruskan maksudku.
Maaf jika lisan ini banyak menggores luka dihatimu, mungkin kau takkan pernah lupa akan apa yang aku ucapkan. Aku sadar banyak kata pahit yang terlontar dari bibirku, banyak komentar pedas yang aku ucapkan padamu.
Bukankah kau sudah dewasa, sobat? Luaskanlah pikiranmu, jangan terlalu sempit apa yang kau pikirkan tentang kami. Bukan maksud kami tak suka kepadamu, bukan pula karena kami malu memiliki teman sepertimu, tapi apalah gunanya teman jika tak bisa saling mengingatkan?
Kami, termasuk aku hanya ingin kau terlihat lebih baik didepan orang lain, kami hanya risih mendengar kabar negatif tentangmu sobat, kau sudah menjadi bagian dari kami, kami tak mungkin memintamu untuk menjadi orang lain, dengan dirimu yang sudah sepenuhnya menjadi dirimu sendiri, sudah cukup bagi kami untuk menerimamu.
Tolong, janganlah kau berpikiran negatif tentang kami. Kami hanya ingin membangun citra baik dirimu, kami memang tak pernah peduli dengan perkataan orang lain tentangmu, tentang kita, tapi apakah kami salah ingin membuat mereka bisa membuka mata tentangmu? Selama ini mereka hanya memandang sebelah mata padamu, pada kita, tapi semoga dengan kejadian ini mereka bisa membuka kedua mata dan hatinya untuk melihatmu, melihat kita ^^

Sahabat yang mencintai dan menyayangimu
Read More

Selasa, 10 Maret 2015

Teruntuk Lelaki Kesayanganku

Bagaimana harimu ayah? Indahkah setiap harinya? Aku tak lagi bisa menemanimu sepanjang hari, tak lagi bisa membasuh wajah lesumu saat pulang kerja, tak lagi bisa membuat bibirmu tersenyum saat masalah mulai berdatangan.
Aku memang tak selalu melihatmu, tak setiap waktu bersamamu, namun kau selalu ada dalam doaku, ayah. Karena hanya kau alasan ku untuk bahagia, karena kau aku bisa mencinta dan mengerti arti cinta. Karena kau juga, aku bisa lebih menghargai kebahagiaan. Lantunan doaku tak pernah lepas dari namamu, ayahku.
Kebanggaan bagiku untuk menjadi putrimu, bahagiaku bisa memelukmu saat kerutan dahimu semakin membuat wajahmu lusuh, aku merasa sangat berguna saat kau memintaku untuk menghilangkan penat dan lelah yang mendera tubuhmu, memintaku untuk membuatkan teh dan kopi hangat saat kau harus terjaga di malam hari demi menyelesaikan pekerjaanmu, menemanimu hingga larut malam hanya untuk menonton acara televisi kesayanganmu, membuatkan menu makan untukmu yang selalu kau katakan itu sangat lezat, meskipun terkadang masakanku tak tentu rasa.
Betapa bahagianya diriku bisa menjadi putrimu. Kau yang tak pernah menampakkan lelah dan letihmu pada anak-anakmu, kau yang selalu tertawa meski sedang di kejar-kejar deadline pekerjaan, kau yang selalu ingin menyelesaikan semuanya dengan tepat waktu meski anak-anakmu mengganggumu, tak sedikitpun amarahmu muncul.
Bagimu tak ada yang lebih penting dari anak-anakmu, semua kepentinganmu, kau lenyapkan begitu saja hanya demi untuk membahagiakan anak-anakmu. Prioritasmu adalah kami, putra-putrimu yang sangat menyayangimu.
Aku memang tak pernah mengatakan langsung bahwa aku menyayangimu, aku memang tak selalu bisa memeluk dan menciummu, tapi percayalah dalam hati ini aku sungguh mencintaimu ayahku.
Disetiap malam, kau selalu mengawasiku saat aku sedang terlelap pulas, diam-diam kau kecup keningku dan membelai rambut hitamku, karena terkadang aku berpura-pura terlelap.
Untuk putra-putrimu, kau buang rasa malumu, kau simpan rasa lelahmu. Sungguh, aku tak pernah bisa berkata-kata untuk menyampaikan betapa aku sangat mencintai dan menyayangimu, ayah. Aku bahagia dan aku bangga menjadi putrimu, menjadi keturunanmu, terimakasih ayah, ayahku tercinta :)

-Putri kecilmu yang sedang belajar untuk dewasa-
Read More

Rabu, 25 Februari 2015

Chocolate Granule_1

        Malam ini masih dihiasi hujan, rintik – rintiknya menemani setiap detik diwaktu tidurku, bunyi – bunyi petir yang menyambar, sekejap melintas beralun tenang seakan mengerti keadaanku, meramaikan dunia mimpiku, meski langit gelap tapi Tuhan masih memberi sedikit cahaya dilangitku. Tak lama, Iris menampakkan sedikit keindahannya, melintas disepanjang penglihatan, mewarnai langit yang sedari tadi mendung, pekat tak menarik.
     Semilir angin berhembus bersahutan dengan rinai hujan yang masih setia membasahi bumi. Dalam lelapnya malam yang tak tersapa, dengan asa digenggaman jemari, ku beranikan diri untuk menyapa mimpi. Sedang apa aku didalam mimpi? Ah, seharusnya ku putar saja anak kunci dipintu itu, tak usah bertanya, karena hanya aku yang mengetahui jawabnya.
       Aku berdiri sendiri ditengah kerumunan orang yang lalu lalang melintasi jalanan, tak ada satupun yang ku kenal. Semuanya terasa asing, suasana ini, dan juga orang – orang ini. Tubuh ini terasa kaku, bibir ini tak ingin berkata meski hati berkali-kali berteriak memanggil seseorang yang membelakangiku, seseorang yang sempat menoleh namun tak sempat ku sapa dengan baik. Seharusnya ku biarkan ia pergi berlalu dan tak menoleh lagi, tapi kali ini aku memberinya kesempatan untuk kembali melihatku dan meninggalkanku, kesekian kalinya aku kehilangan.
      “Ini hanya mimpi” bisik hati kecilku menenangkan. “Tak perlu khawatir, aku akan datang menemuimu, aku tak pernah melupakanmu, hanya sedikit melihatmu berbeda karena waktu yang merubahnya” suara parau yang tak asing ditelingaku, seseorang yang mungkin tadi meninggalkanku, kini berada di belakangku sembari membisikkan kata yang tak ingin aku dengar dari bibirnya. Terpaku terpana merasakan hembusan nafas dari mulutnya yang berhembus menjalari telinga dan leher jenjangku, aku masih tak ingin menoleh dan melihat siapa yang sedang berbicara padaku, ku biarkan perasaan ini mengambang dibatas waktu senja ini.
 Dunia gelap tak berwajah, memendam beberapa kenangan yang terkubur perlahan dalam pikiran, rinai hujan ini meresonansi kembali pikiran-pikiran yang seharusnya sudah ku lupakan. Perlahan menengadahkan tangan, mengumpulkan butir-butir hujan yang jatuh menetes dari atap-atap rumah. Semburat cahaya mulai nampak, mata yang terbuka disambut indahnya pelangi, hari mulai terang dan hujan semakin menyurut. Langit sudah lelah untuk menangis, meratapi kehidupan yang tak kunjung membaik, semakin kejam dan terus menusuk dada hingga sesak. Aku berdiri ditengah ribuan duri yang tumbuh di kisahku, tertatih menggapai muara disudut jalan, menepi pada bara api yang membara, tak ada waktu untuk berhenti.
Ditepi tebing curam, ku lihat diriku berdiri tanpa teman, ditengah rindangnya pepohonan yang tumbuh secara liar, diterkam angin yang berhembus kencang semakin lama tubuh ini semakin goyah, terpejam mata ini dan perlahan pijakan kaki bergerak maju hingga akhir tepian tebing. Teriakan kasar air laut menghujam tubuh yang terjerembab didalam air, ombak mengombang-ambing tubuh lelah yang tak berjiwa.
Tersentak mata ini terbuka, langit-langit kamar terlihat jelas dengan lampu padam yang menggantung menghiasi langit kamar, keringat tak henti mengalir disekujur tubuh, nafas yang memburu seperti sehabis maraton selama berjam-jam. Menghirup nafas dalam, merasakan angin-angin yang masuk melalui pori-pori yang terbuka, melepaskan penjara udara melintasi bibir mungil yang agak terbuka. Terduduk ditepi ranjang, menggenggam kunci mimpiku yang terlihat berkarat. Telah lama aku tak membukanya, mereka tak inginkan aku datang.

            Ah aku melihatnya, dia yang dalam gelap tak bercahaya, menyatu dengan alam yang tak terduga kapan tertiup angin. Langit-langit kamar yang diam seribu bahasa enggan untuk menjadi saksi hadirnya ia dalam kehidupanku. Disini, dilantai ini ia pernah menapaki langkah kakinya untuk pertama kalinya, tepat dihari ini tiga tahun yang lalu.
Read More

Sabtu, 31 Januari 2015

Untuk Sahabatku, MFAJ

Hai, kamu yang jauh disana, apa kabar? Sedang apa kau sekarang? Aku ingin melihatmu, sekali saja ingin ku ulang memandangi wajahmu, berdiam pada satu pasang mata yang menghangatkan. Aku ingin kau menggenggam jemariku lagi, aku ingin kita bermain bersama lagi di depan teras rumahku, seperti dulu ataupun sekedar bersepeda ria mengitari jalanan desa.
Masih ingatkah kau padaku, kawan? Saat kita berdua tak risau bersenda gurau, tak perduli cemoohan manusia-manusia yang tak tahu apa-apa. Sedekat itukah kita, dulu? Tanpa batas kita bersenda gurau, berteriak hebat sampai menjadi pusat perhatian, berjalan bergandengan tangan diantara kelebatan bayangan ganas. Rindukah kau untuk mengulangnya lagi bersamaku?
Entah harus berapa puisi lagi yang harus ku tuliskan karenamu, segala yang terpikirkan olehku, selalu berujung padamu. Aku sudah kehabisan akal untuk membayangkan tentangmu, khayalku tak sampai jika mengharapkan kehadiranmu lagi disisiku, aku merindukanmu kawan, sangat merindukanmu.
Kawan, ingatkah kau dulu selalu meraih tanganku saat wajahku tertunduk pilu? Kau selalu tertawa meskipun saat candaanku tak bermutu. Kau tak pernah dengarkan mereka yang menghakimi kita, kau tak pernah risaukan merekan yang mencelamu karena dekat denganku. Bagaimana bisa, setelah itu semua, aku masih tak mau mengakui bahwa aku tak merindukanmu?
Setelah bel pulang berdering, kau selalu berlari ke arahku, dengan wajah sumringah sembari menggendong tas ranselmu yang besar, kau mengajakku untuk pulang bersama dengan menggunakan sepeda. Bukan, bukan kita menaiki sepeda yang sama, kita mengendarai sepeda yang berbeda. Setelah keluar dari persembunyian sekolah, aku menyebrang jalan. Sepanjang jalan yang kita tempuh, jarak jalanan yang ramai menghalangi kita untuk berdekatan, selama itu pula kita berteriak berbalas ucapan. Ya ampun, tak adakah rasa malu pada kita berdua? berteriak di tepian jalan sembari tertawa lepas, ah aku tak tahan mengingatnya. Ingatkah kau akan hal itu?
Hingga akhirnya hari itupun tiba. Kita tertawa dan menangis seperti yang lainnya. Kita tertawa, karena bisa mengakhiri masa-masa sekolah ini dengan baik. Tapi, kita menangis, bukan menangis bahagia karena mendapat nilai besar, bukan pula karena bahagia dipuji sebagai anak yang pintar, dan bukan juga bahagia karena melihat raut wajah orangtua yang sangat mengesankan terlihat bangga. Tapi karena perpisahan, karena kita akan menghadapi sebuah perpisahan yang entah kapan berakhir. Memang waktu kita hanya sebentar, kita bertemu dan bersama hanya dalam jangka waktu 1 tahun, tapi 1 tahun sudahlah cukup membuatmu berharga untukku. Ada hal lain yang mengharuskanmu pergi meninggalkanku, jauh, sangat jauh kau melangkah, tanpa menoleh tanpa berpamit, kau pergi begitu saja.
Kini, 9 tahun setelah kepergianmu, aku masih tak bisa melupakanmu. Apa kau tak rela untuk ku lupakan? Apa kau tak sanggup jika harus ku lupakan? Aku ingin melupakanmu, seperti kau melupakanku. Tapi kenapa aku tak pernah bisa? Semua kenangan itu selalu melekat dalam anganku. Ayolah, biarkan aku melupakanmu, aku sudah cukup berbaik hati padamu untuk mempersilahkanmu melupakanku, kenapa kau tidak? Apakah kau terlalu pengecut untuk menjadi "yang terlupakan" ? Sampai hari ini, aku masih berusaha untuk melupakan dan melepaskanmu, kawan.
Semoga kau selalu baik-baik saja....


Sahabat yang merindukanmu
- H. A -
Read More

Salah Jurusan? No Problem!


Hei kamu yang merasa selama ini terjerat dalam lubang gelap, bagaimana rasanya? bisa kah kalian langsung pindah ke tempat yang lebih terang?
kalian merasa salah arah? merasa dunia ini tak adil karena tak sesuai keinginan? come on, move on guys! tak perlu mengeluh tentang yang terjadi, persetan dengan mereka yang merendahkan, buktikan saja kamu yang terbaik saat kamu salah arah.
Buka pikiran kita, saat kita salah arah saja, kita sudah menjadi yang terbaik, bayangkan bagaimana jika kita mengikuti arah yang benar? bahkan, arah yang benar pun terkadang menyesatkan, nikmatilah!
Untuk kalian yang merasa salah jurusan, jangan sedih. Salah jurusan bukan hakim yang akan memvonis mati kalian, bukan? Salah jurusan bukan lubang dimensi tanpa batas yang akan memendammu dalam kegelapan dan kesunyian. Salah jurusan bukan portal tanpa tujuan yang akan membawamu pergi tanpa tahu arah. Lihat mereka yang sudah melewati masa-masa sulit salah jurusan, bagaimana kehidupannya? Berakhir kah? Tidak, kan? Mereka justru menikmatinya setelah selesai dari semua terjangan badai masalah.
Berbicara tentang masalah, banyak masalah-masalah yang akan dihadapi mahasiswa salah jurusan. seperti, masalah hati. Eits, masalah hati bukan hanya perkara pasangan hidup saja lho, guys! Masalah hati disini, adalah bagaimana kita berusaha untuk menguatkan dan menetapkan hati untuk menerima "salah jurusan" ini. Masalah hati, bagaimana kita menyikapi kehidupan dalam perjalanan "salah jurusan ini". Masalah hati, bagaimana kita bisa menyenangi hal-hal yang belum pernah kita kita pikirkan untuk menyenanginya dikemudian hari. Yang terakhir mungkin, adalah pertanyaan inti dalam permasalahan hati ini, "apakah kita bisa membahagiakan orang-orang yang kita cintai dengan kita memaksa berjalan dalam salah jurusan ini?"
Sisi buruknya yang pertama, kita memaksa. Memaksa hati dan pikiran untuk menuntun pada satu arah yang entah kita pikir ini salah ataukah benar. Yang kedua, kita harus bertahan dan berpura-pura kuat untuk menghadapi orang-orang yang merendahkan saat kita salah jurusan ini. Yang ketiga harus terus berusaha setiap waktunya untuk membangun semangat dalam menyelesaikan permasalahan salah jurusan ini. Yang keempat, kita akan lebih banyak mengeluh daripada berusaha dan berdoa. Yang terakhir, kita akan berpikir masa bodoh pada hal-hal yang berkaitan dengan salah jurusan ini.
Tapi, bukankah disetiap keburukan selalu ada kebaikan? Yaps! begitu juga dengan salah jurusan ini, tidak semuanya buruk. Lihatlah sisi baiknya. Kamu bisa membahagiakan orang-orang yang kamu cintai, saat kamu mematuhi keinginannya, kamu bisa menjadi kebanggaan bagi mereka yang menginginkanmu untuk berada pada masa salah jurusan ini. Dan lihatlah, selama masa salah jurusn ini, bukankah kamu mendapatkan teman-teman yang berharga? teman-teman yang setia menjaga dan mengasihimu. Pengalaman berharga tidak selalu didapat dari arah yang benar, bahkan saat kamu salah arahpun akan menjadikan pengalamanmu lebih bermakna, percayalah :)
Jadikanlah salah jurusan ini sebagai motivasi untukmu, untuk segera menyelesaikan salah jurusan ini agar kamu tidak lagi berkutat dalam salah jurusan ini. Jadikan salah jurusan ini sebagai semangat untukmu memberikan senyuman bahagia pada orang-orang yang kamu cintai, seperti kata-kata di atas tadi, jika kamu salah jurusanpun bisa menjadi yang terbaik, apalagi jika dalam jurusan yang benar, iya kan? Kejarlah impianmu, segera selesaikanlah salah jurusan ini, kejar yang menurutmu tidak salah, kejar yang menurutmu bahagia untuk dijalani.
Dan selalu ingatlah, pepatah ini Tuhan tidak memberikan apa yang kamu inginkan, tapi Tuhan memberikan apa yang kamu butuhkan. So, salah jurusan, bukan salah untuk perjalanan hidupmu, tapi bagiNya, salah jurusan ini adalah yang benar kamu butuhkan, yang terbaik untukmu. Tenang saja, semua PASTI INDAH PADA WAKTUNYA :)
Jika kita berada dalam sebuah lubang yang gelap, taklukilah lubang tersebut, terus berusaha untuk mencapai puncak lubang tersebut, dan lihatlah keindahan yang selama ini tertutupi oleh dinding lubang. Semangat dan selamat berjuang kawan ^_^
Read More

Dibalik Jas Berdasi

Deret kisah menyatu disetiap sela
Berharap menjadi satu dalam kerumunan cerita
Mengupayakan keadaan yang payah
Tak lagi terlihat derita

Lalu siapa yang menanggung?
Saat yang lain hanya bersembunyi dibalik jas berdasi
Hanya menyeruput kopi menyelami dramanya
Tak akan mereka pikirkan
Hal janggal yang nyata
Meskipun berulur kasih, itu bohong !

Katakan saja dayamu
Menjamunya hanya dengan sehelai daun pisang
Yang tak akan berubah menjadi piring emas permata
Lihat kepongahan – kepongahan yang berkacak pinggang dihadapanmu
Mereka membosankan !

Tak mengerti tentang kisah
Tak kenal dengan warna
Biarkan saja menjadi sebuah keagungan

Kita disini untuk bersama

-Hariyatunnisa Ahmad-
Read More

Senin, 19 Januari 2015

Sebatas Kata

Berbekas yang tak nampak
Mewakili semua kegelisahan yang datang
Disini bersamamu yang tak mendekapku
Menyentuh kenangan yang tak menghadirkan waktu

Aku menyelinap dalam angan jarak yang tak bertepi
Menyapu semua desiran rindu yang terucap
Lihatlah, semua rangkaian yang aku siapkan
Mereka bersiap menemui tuannya yang tak kunjung datang

Perih yang menerpa, tak terasa
Semua begitu jauh untuk digenggam
Melihatmu yang tak menatapku
Mendekapmu dalam jarak tak terbatas

Dimensi waktu tak berpihak
Rindu ini semakin mendesak
Sesak jiwa ini menahan kata yang tak terungkap

Sejenak
Hanya sejenak berikan aku sentuhan itu
Hanya sekedar melepas kata yang tak kunjung terucap
Tanpa derap, aku melangkah
Tanpa suara, aku berucap
Tanpamu, aku hampa
Merajut rindu dalam riuh kedamaian
Kemarilah, basuh wajahku dan genggam tanganku

Aku merindukanmu…..

-Hariyatunnisa Ahmad-
Read More
Diberdayakan oleh Blogger.

Description

Seorang istri, anak, kakak, adik, dan pendidik.

About Me

Foto saya
Perempuan biasa yang tak pandai bicara

Friendship

Pageviews

About

Untaian kata yang tak pernah henti terurai. Huruf-huruf yang tersedak di tenggorokan, menutup muka untuk keluar. Semakin dalam, semakin sulit diungkapkan. Lewat tulisan aku menyapamu, lewat tulisan aku bercerita dan lewat tulisan aku mengenalmu.