Kemarin, setengah mati aku merindumu. Hari ini, setengah hati aku
menemuimu. Merindumu bukan sekedar kata yang terucap. Ia selalu menancap dalam
dada, menyakiti siapapun yang mendekat. Sedetikpun rindu tak memberiku kesempatan
untuk bernafas lega.
Merindukanmu bagai
berdiri ditengah hamparan duri. Aku tak bisa menemukan jalan keluar dari
duri-duri yang terus menyakiti langkah kakiku. Rindu selalu mengawasiku, dimanapun
dan kapanpun. Ia tak pernah lelah mengingatkanku tentangmu. Membuat batin ini
semakin perih merasakan rindu yang mengiris hati.
Ah, rindu. Satu
kata yang tak pernah terungkap maknanya, walau memiliki beribu macam arti. Satu
kata yang mampu melumpuhkan ingatan tentang apapun kecuali dirimu. Hei rindu, kenapa
kau begitu licik, kau memaksaku untuk menjabat tanganmu sebagai tanda bahwa
akulah hambamu. Apa kau sekejam itu, rindu?