Cerita, Cinta, dan Kita

Senin, 11 Januari 2016

Petrichor-ku



Malam ini aku kembali lagi dengan segudang cerita risauku tentangnya. Maaf jika kau lelah untuk mendengarnya, aku hanya ingin berbagi, agar pundakku tidak begitu berat mengangkatnya.
Berawal tanpa cinta, tanpa rasa, tapi aku berusaha untuk menumbuhkannya, dan aku sudah jujur padanya bahwa aku menerimanya tanpa rasa, tapi rasa itu tumbuh seiring berjalannya waktu, ia membantuku untuk menumbuhkan rasa itu. Hingga akhirnya ia juga berkata jujur, memintaku untuk membantunya bangkit dari masa lalunya, aku tak pernah peduli tentang masa lalunya, bukan aku egois tak mau menerima masa lalunya, tapi itu hanyalah masa lalu yang telah ia lewati, aku tak punya urusan dengan masa lalunya, seburuk apapun, sesulit apapun masa lalunya dengan yang lain, aku tak pernah mempedulikan. Karna aku adalah hari ini, esok dan seterusnya untuknya. Masa lalu hanyalah masalah kemarin yang tak akan pernah kembali lagi.
Pelan-pelan, kami sudah berdamai dengan masa lalu kami masing-masing dan mulai menjalani “kita” yang masa kini. Aku senang, aku bahagia memilikinya. Jujur, yang aku rasakan adalah ia sangat peduli dan sayang padaku, mungkin rasanya lebih besar dari yang aku miliki, tapi mungkinkah kepercayaannya melebihi kepercayaanku? Hanya ia dan Tuhan yang tahu jawaban pastinya.
Tepat setahun sudah kami lalui bersama, semuanya mulai terungkap perlahan-lahan. Aku mulai bisa menerima sisi buruk dirinya, dan begitu juga dia seharusnya. Karena sebuah hubungan itu adalah tentang dua insan yang saling memendam rasa untuk kemudian diungkapkan dengan caranya masing-masing. Lantas jika hanya seorang yang memendam rasa untuk diungkapkan, apakah itu masih bisa dikatakan cinta?
Aku memang pernah memiliki sahabat baik lawan jenis, sangat dekat, sangat akrab, sampai-sampai semua orang mengira kami adalah sepasang kekasih. Tapi kedekatan itu tak lagi berlaku, ketika aku memilihnya. Aku meyakini hatiku, aku memilihnya bukan untuk mengecewakannya apalagi untuk menduakannya. Tak ada lagi teman dekat lawan jenis yang menghiasi petualangan ku di dunia, tiada lagi kata-kata manis dari teman akrab lawan jenis yang ku terima. Karena aku bersamanya, cukup bagiku mendengar semua perkataannya meski tak semuanya manis, cukup bagiku pergi bersamanya meski tak selalu tahu tujuan, cukup bagiku menggandeng tangannya meski kadang tak selalu diterima dengan baik. Bukan aku kekanak-kanakan, aku hanya merasa nyaman, bersamanya, aku merasa kenyamanan seperti halnya aku merasa nyaman ketika berada disamping seorang lelaki yang sangat aku cintai didunia ini, Ayahku. Mungkin alasan “cinta” itu juga yang membuatku merasa nyaman berada dekat dengannya.
Aku percaya sepenuhnya, ia takkan pernah berani untuk melukaiku, meski terkadang ucapannya sangat mengiris hati, perlakuannya hingga tak sampai hati aku untuk melihatnya. Tapi aku sungguh percaya, hanya dengan kata-katanya “aku sayang kamu” sudah cukup membuatku percaya seutuhnya.
Namun sepertinya Tuhan memberi sedikit pelajaran untukku, agar tak mudah mempercayai seseorang, sekalipun itu adalah orang yang paling kita cintai. Aku berusaha menjaga hatiku, menahan semua emosi bahagia untuk teman akrab lawan jenisku. Selama ini aku merasa “aku bangga menjadi kekasihmu, aku bahagia memilikimu” selalu ada seseorang yang mampu ku andalkan saat tak ada lagi cara untuk berdalih, selalu ada seseorang yang mempercayaiku saat semua orang melihatku sebagai pengkhianat, selalu ada seseorang yang menyayangiku tulus disaat semuanya mencibir dibelakangku. Tapi entah kenapa rasa seperti itu bisa lenyap dalam satu waktu. Cukup singkat, dalam sekejap, semua sirna.
Saat ia tak lagi mempercayaiku untuk memberi kabar, saat ia bisa pergi dengan seenaknya tanpa sepengetahuanku, saat ia bisa bermesraan dengan yang lain dibelakangku. Jujur saja, memang aku bukanlah wanita yang terlalu peduli dengan masalah kehidupan, aku biarkan saja semuanya berjalan seperti adanya, akankah ia memberitahuku? Sampai akhirnya tetap tidak.
Jika ia mudah mengumbar kata sayang kepada setiap wanita, lalu dimana aku harus merasa special untuk menjadi kekasihnya? Jika ia mudah membawa setiap wanita pergi dengannya, lalu dimana aku harus merasa bangga memiliki seseorang yang mampu ku andalkan? Jika ia tak pernah sempat memberiku kabar, memberitahu “jadwal kehidupannya” kepadaku, lantas dimana aku harus merasa senang menjadi orang yang diutamakan olehnya? Aku sama. Sama saja seperti teman-teman wanitanya yang lain. Aku bukanlah seseorang yang special untuknya, bukanlah seseorang yang diutamakan olehnya. Harusnya aku sadari itu dari awal. Jika memang berat untuknya melepaskan, seperti apa yang telah ku lepaskan, ku biarkan hati ini memakan dirinya sendiri.
Semakin lama, aku semakin lelah untuk menghadapinya. Lidah ini terasa kaku untuk membahasnya. Mulut ini selalu bungkam untuk meminta pengertian darinya. Aku bukan Tuhan yang selalu sempurna, aku bukan malaikat yang tak pernah merasa iri, aku juga bukan nabi yang selalu adil. Aku “wanita” seorang manusia yang sudah ditakdirkan memiliki hati yang mudah luluh dan hancur. Silahkan saja jika ia ingin menertawakan semua kata-kata yang keluar dari hatiku, ku akui, aku hanya seorang “wanita” hatiku bisa sekuat baja, tapi tak lantas membuatnya selalu mendobrak hatiku dengan kasar. Sebuah baja bisa patah jika terus menerus ditempa, akan berkarat jika terus menerus dibiarkan, dan bisa menjadi tajam jika terus menerus diasah. Aku hanya takut hatiku menjadi tajam, yang akan menusuknya kemudian, aku hanya takut suatu saat aku tak mampu lagi membendung semuanya, membiarkan hatiku diasah oleh emosiku sendiri. Aku hanya takut, hatiku akan menjadi pedang diantara kita.
Aku memang pernah berkata kepadanya “aku tak ingin membatasimu” tapi bukan berarti ia bisa leluasa tanpa batas bukan? Sama saja ia mengabaikanku, ia tak memperdulikan kepercayaanku, aku memang tak akan membatasinya, tapi jika ia sudah diluar batas, haruskah aku diam membiarkannya tersesat? Atau harus kutarik agar ia tak melewati batas?
Masih tentang masa lalu. Jika memang ia telah berdamai dengan masa lalunya, kenapa ia harus takut untuk menceritakannya padaku? Pertanyaan menusuk yang seharusnya dapat ia patahkan untuk membuatku tenang, justru ia membuatnya mengambang, seperti burung yang keluar dari sarangnya namun tak tahu kapan harus berhenti. Ada apa dengan masa lalunya? Adakah sesuatu yang belum aku ketahui tentangnya? Adakah ia bersembunyi dibalik tirai masa lalunya?
Sungguh aku tak pernah mengerti dirinya, apakah aku terlalu menutup diri? Apakah aku membatasi diriku padanya? Apa memang aku yang tak pernah ingin mengenal dirinya? Ia kekasihku, tapi aku seperti teman baru dihadapannya. Aku hanya ingin merasa diriku special untuknya, diriku penting untuknya, dan aku ingin merasakan bagaimana rasanya menjadi yang pertama.

Aku terlalu banyak bercerita, adakah kau bosan mendengarku? Maaf jika selalu tentang dia yang ku bawa kepadamu, aku tak punya topik pembicaraan lain selain tentangnya. Jika kau bisa membantu, aku hanya meminta satu. Bantu aku untuk menopang hatiku J
Seorang juara maratonpun pasti akan merasa lelah juga, bukan? Ia yang dinomor satukan karena keahliannya berlari, tapi jelas ia akan pucat ketika selesai bertanding.
Aku membawanya pergi menjauh karena ia yang memintaku, dan mungkin itu harus menjadi keahlianku, membawanya pergi dari masa lalunya, tapi pertandingan belum berakhir, wajahku sudah pucat, lalu bagaimana?
Adakah ia ingat kisahku dahulu, bersama sahabat karibku, sahabat lelaki karibku. Kita berdua bahagia, sama seperti dirinya. Kami sudah memiliki pelengkap hati. Tapi tahukah ia, tetap saja semua itu semu, semuanya tak sesuai rencana. Adakah ia paham?
Akupun tak pernah tahu, apakah aku masih mempercayainya atau tidak. Bagaimana pendapatmu? Temanilah aku saat aku kehilangan arah, kuatkan aku saat aku mulai lemah, bantu aku berdiri saat tubuh ini terjerembap jatuh.
Temani aku di ramai dan sepiku, sayangi aku disehat dan sakitku, rindukan aku didekat dan jauhku, cintai aku dibaik dan burukku.
Aku hanya seorang yang mampu mengungkapkan setiap rasa pada sebuah tulisan, diamku adalah tulisanku. Ia akan tahu hanya dengan lewat tulisanku, karena aku bukanlah seseorang yang pandai mengungkap lewat lisan.

Untukmu yang kuyakini menjadi seseorang yang mampu membuatku merasa jatuh cinta disetiap waktu
Read More
Diberdayakan oleh Blogger.

Description

Seorang istri, anak, kakak, adik, dan pendidik.

About Me

Foto saya
Perempuan biasa yang tak pandai bicara

Friendship

Pageviews

About

Untaian kata yang tak pernah henti terurai. Huruf-huruf yang tersedak di tenggorokan, menutup muka untuk keluar. Semakin dalam, semakin sulit diungkapkan. Lewat tulisan aku menyapamu, lewat tulisan aku bercerita dan lewat tulisan aku mengenalmu.