Setiap kembali, rasanya aku seperti kehilanganmu berkali-kali
Aku masih ingat kau selalu datang menjemput jam berapapun aku tiba, selelah apapun harimu
Terduduk di kursi tunggu seorang diri sejak satu jam sebelum kedatanganku
Senyum terukir di wajahmu saat kau melihatku turun dari sebuah gerbong kereta
Tatapan penuh syukur dan bahagia terpancar selama kau melihatku berjalan ke arahmu
Tanganmu sudah terbuka seolah-olah siap memelukku dari kejauhan
Pelukan erat yang kau sematkan di tubuhku, mengelus punggungku sembari berucap syukur
Aku masih mengingatnya
Ramadhan dua tahun lalu kau yg terbaring di ranjang rumah sakit karena tubuhmu yang luar biasa melemah
Kau selalu bertanya kapan aku akan pulang
Disaat kau tak mampu menggerakkan tubuhmu sendiri berhari-hari
Malam itu, aku datang melihatmu
Tanpa aba-aba dengan kekuatanmu sendiri kau menopang tubuhmu untuk duduk
Semua yang menyaksikan tak percaya atas kekuatan rindumu padaku
Seperti biasa, tanganmu terbuka ingin memelukku
Pelukan erat yang tak bisa menahan muara tangismu kian mendesak hatiku
Baru ku tahu, inilah rindu seorang ayah pada putrinya, rindu menggebu yang tak tertahankan
Aku masih mengingatnya
Ramadhan tahun lalu kau tak pernah bosan bertanya kapan aku akan pulang
Setiap hari selalu ingin mendengar suaraku
Maafkan keterbatasanku sebagai seorang pekerja, juga jarak dan pandemi yang tak mereda yang akhirnya kita tak bisa bersama
Sampai pada hari kau ingin berpulang, kau masih bertanya kapan aku akan pulang
Rindu ingin bertemu, katamu
Namun, lagi-lagi aku tak memenuhi keinginanmu
Sampai akhirnya aku kembali, namun yang ku lihat hanyalah gundukan tanah yang sudah menguburmu rapat
Aku masih mengingatnya
Ramadhan tahun ini kau telah tiada
Fisikmu memang telah hilang dari pandanganku
Namun kasih sayangmu masih terasa dihidupku
Senyum dan perhatianmu masih tergambar jelas di pikiranku
Dan rindumu, masih melekat di hatiku
Hari ini aku kembali
Dan aku kehilanganmu lagi