Created by Hariyatunnisa Ahmad
Read More
Prolog
Jam dinding
menunjukkan pukul 17.30, Reina mengelus perutnya manja sembari menatap langit
di taman belakang rumah. “Senja ini cantik sekali, semoga kau juga akan
secantik senja ini dan meneduhkan seperti jingganya” ujar Reina lembut.
Tiba-tiba guntur datang saling bersahutan, bulir-bulir hujan mulai turun
bergantian membasahi tubuh Reina. “Rei, masuklah. Jangan sampai kau kehujanan”
teriak Endi, suami Reina.
Lama mereka
bercengkrama di depan televisi yang mempertontonkan acara komedi, jari-jemari
yang menyatu diantara dua tubuh sepasang suami istri itu semakin erat merangkul
satu sama lain. Jemari Reina semakin erat menggenggam Endi, mulutnya sedikit
mengeluarkan suara rintihan menahan rasa sakit. “Kau kenapa?” tanya Endi. Reina
tak menjawab, ia hanya meringis dan memegangi perutnya yang terasa sangat
mulas.
“Ya Tuhan!
Jangan-jangan kau....” Endi memotong kata-katanya sendiri, dengan secepat kilat
ia mengambil kunci mobil yang bertengger di dinding kamarnya. Dengan susah
payah Endi mengeluarkan mobil dari garasi rumahnya, tubuhnya gemetaran, ia
takut dan juga gugup. Endi membawa Reina ke dalam mobil dan mengantarnya ke
rumah sakit terdekat.
Sampai di ruang
persalinan, Reina semakin merintih kesakitan. Endi tak sanggup melihat Reina
menahan rasa sakitnya sendirian. Peluh bercucuran menghiasi wajah cantik Reina. Diluar sana, hujan
semakin deras menjatuhi tanah, gemuruh bersahutan tak memberi jeda. Wajah Endi
terlihat pucat, wajah Reina lebih pucat. Semuanya menunggu akan kehadiran buah
hati yang ditunggu-tunggu selama ini, buah cinta Reina dan Endi yang pertama.
Menurut dokter,
janin yang ada dalam kandungan Reina adalah seorang putri cantik nan jelita.
Ya, jenis kelaminnya perempuan. “En...di...” lirih suara Reina memanggil Endi
yang berdiri di sampingnya, menemaninya sedari tadi. “Iya sayang. Sedikit lagi,
kau pasti bisa. Putri jelita ingin melihat wajah cantik yang melahirkannya”
ucap Endi dengan tenang meski terlihat raut wajahnya menggambarkan ketakutan.