Cerita, Cinta, dan Kita

Senin, 27 Agustus 2018

Malam, aku belum mati!

Teruntuk malam yang sepi,

Kau selalu hadir disetiap waktu menjemputmu. Tak pernah mengeluh, meski ada orang yang merutuk dirimu. Tetap tegar membentang, meski tanpa bulan dan tak ada satupun bintang yang mewarnai. Kabut kelabu terkadang menyelimuti pekatnya dirimu, abu-abu tanpa dosa terus menyerang dan menyergap. Kau tetap tenang.

Kau selalu menemani siapapun yang kesepian. Menggenggam hati yang diliputi kecemasan. Menenangkan perasaan yang bergejolak tak menentu.

Aku ingin melepaskan sedikit perasaan yang menekan dan terus membuat dadaku sesak. Aku ingin menjadi temaram yang gelap, tak ada sesiapa yang melihat, kemudian lekas menghujan dan menghilang ke bumi. Tak ada sesiapa yang peduli, tak ada yang mengetahui. Aku ingin meraung di atasmu, menghujamkan luka di setiap bintang yang menghiasi. Agar malam tetap hitam. Aku tak mau ada terang.
- - -
Pilu yang semakin hari semakin sesak tak kunjung pulih. Semakin hari wajahku semakin bahagia, semakin hari hatiku semakin menjerit. Tak cukupkah kau mengoyak luka yang kering saja belum? Tak cukupkah kau menghardik pada hati yang tak cukup kuat menahan? Tak cukupkah kau menampar pipi yang masih tergambar bekas tanganmu?

Lihatlah aku. Aku ada di sini. Aku belum mati. Aku masih bernafas dan menginjakkan kaki ku di bumi. Belum pernah kah kau merasakan sakit yang teramat sangat? Saat birunya luka belum padam, kau kembali menghantam luka. Sakit. Tidak kurang, bahkan lebih. Teramat lebih.

Tidakkah berharga waktu yang pernah kita miliki bersama? Ataukah memang aku tak pernah ada dalam kehidupanmu? Oh mungkin aku ralat sedikit, aku memang tak pernah ada dalam kehidupan barumu -tanpaku.

Mataku masih melihat. Hatiku masih merasa. Tanganku masih menggenggam. Jantungku masih berdetak. Tidakkah itu cukup membuktikan bahwa aku belum mati? Lantas mengapa kau perlakukan aku seperti akulah orang yang telah mati?

Ingatlah, aku ada di sini. Aku belum mati.

Surakarta, 27 Agustus 2018
22.07 WIB
Read More

Senin, 20 Agustus 2018

Bebas

Sudah, selesaikan saja. Aku tidak ingin terus larut dalam kesalahan. Aku tidak ingin terjun bebas dan kembali tenggelam. Aku ingin bangkit, aku ingin terbang. Melewati batas-batas impian yang awalnya terlihat semu. Sudahi. Sudah ku putuskan.
Aku tidak ingin terus terperosok, aku tidak lagi ingin terjatuh dalam lubang yang sama, meski di tempat yang berbeda.
Aku sudah meyakinkan diri untuk terus melangkah. Tiada guna meski terus ku ratapi, tidak akan pernah ada yang berubah. Kenyataan tetaplah kenyataan, sepahit apapun itu aku tidak bisa mengubahnya.
Jangan terus kau seret aku dalam dimensi tanpa jeda. Aku sudah lelah. Aku sudah tak mampu untuk meratapi setiap kesalahan yang kembali muncul dalam memori.
Aku bebas.

Surakarta, 20 Agustus 2018
Pukul 12.43 WIB
Read More

Minggu, 19 Agustus 2018

(Jangan) Lagi

Mungkinkah aku menjadi seorang yang munafik atas perasaanku sendiri?
Ada pepatah, "jangan berpaling pada yang lebih sempurna karna saat itu juga kau akan kehilangan yang terbaik". Pertanyaanku, siapa yang sempurna? Siapa yang terbaik? Aku buta akan hal itu, atau mungkin aku pura-pura buta.
Sedari dulu aku selalu menyangkal, aku merasa pikiran dan hatiku sudah seirama, tapi nyatanya aku salah. Ada yg bergetar di dalam sana, namun aku berusaha menutup mata. Semunafik inikah aku merasa ditinggalkan saat melihat kau bahagia bersama dengan yang lain?
Tidak. Aku pun sudah tak pantas untukmu, bahkan tak pantas untuk diperjuangkan. Jari jemariku sudah bergetar sejak lama menghitung tiap-tiap dosa yang telah ku perbuat. Adakah hati ini masih pantas untuk mengharapkan yang terbaik? Masihkah cinta terlihat suci setelah sekian banyak adegan yang mengharuskan ku jatuh dalam lumbung dosa?
Sudahlah. Cukup aku merasa bahagia kau bisa bersamanya. Aku sudah tak pantas untuk kau perjuangkan. Biarkan diri ini bahagia dengan para setan yang menari di hadapan malaikat yang menutup matanya karena malu.
Semunafik itukah aku?

Surakarta, 19 Agustus 2018
Pukul 21.54 WIB
Read More

Senin, 06 Agustus 2018

Denganmu atau tanpamu

Aku sudah mampu untuk berdiri sendiri. Meskipun awalnya ku ragu, tapi aku bisa menembus dinding keraguan antara hati dan nalarku. Melupakan memang tidak mudah, selalu ada prosesnya, dan aku hampir selesai dengan proses itu.
Tak perlu mengkritik yang tidak kau setujui, cukup berikan alasan yang kuat untuk apa aku masih bertahan di sisimu.
Semuanya sudah tak lagi sama, perlahan desiran angin berarak meninggalkan, pepohonan yang terhuyung kian tegak menantang. Aku tak mau mengulang. Semuanya sudah ku persiapkan, perjalanan jauh meski terus terjatuh, menuntun untuk ditemukan pilihan hati. Tidak ada yang terlambat dan tidak ada yang sia-sia. Bila kau mau belajar, kemarilah kita belajar bersama bagaimana menjalani kehidupan yang baru tanpa bayang-bayang masa lalu. Tidak ada orang jahat yang tidak memiliki masa depan dan tidak ada orang baik yang tidak memiliki masa lalu. Kamu yang banyak mengajariku di masa lalu untuk kuat di masa depan, aku masih ingin mencapai status sebagai wanita yang tangguh, denganmu atau tanpamu.

Surakarta, 06 Agustus 2018
17.04 WIB
Read More

Jumat, 03 Agustus 2018

Selesai(kan)

Berhari-hari ku coba, aku pikir aku bisa, ternyata masih saja gagal. Bertahun-tahun ku jaga, akhirnya lepas juga. Tidak ada yang mudah, tidak pula ada yg sulit. Semuanya ada pada porsi masing-masing. Cukupkan bila memang cukup, lepaskan bila memang berat. Jangan mengayuh sendirian, berat. Berjalan bukan di depanku, bukan pula di belakangku, berjalanlah di sampingku. Bila kau masih sanggup menjaga, maka jagalah. Bila memang tidak, ikhlaskan. Hidup ini tidak sulit, tapi mungkin sedikit rumit. Bukan bagaimana cara menghindari kerumitan itu, tapi bagaimana cara menghadapinya. Aku sudah menemukan. Membuat hatiku sedikit tenang, namun terasa sangat sesak. Tidak apa, aku akan terbiasa.

Surakarta, 03 Agustus 2018
04.52 WIB
Read More
Diberdayakan oleh Blogger.

Description

Seorang istri, anak, kakak, adik, dan pendidik.

About Me

Foto saya
Perempuan biasa yang tak pandai bicara

Friendship

Pageviews

About

Untaian kata yang tak pernah henti terurai. Huruf-huruf yang tersedak di tenggorokan, menutup muka untuk keluar. Semakin dalam, semakin sulit diungkapkan. Lewat tulisan aku menyapamu, lewat tulisan aku bercerita dan lewat tulisan aku mengenalmu.