Cerita, Cinta, dan Kita

Minggu, 26 April 2015

#3

Terkadang ingin sejenak aku diam dan melihat kehidupan mereka tanpa diriku, akankah mereka mengingat dan mengenangku disaat aku tak ada? Ingin rasanya mengetahui apa yang mereka rasakan ketika nanti aku tak lagi bisa menemani mereka dalam kehidupannya yang baru tanpaku -tanpa aku-.
Mungkin kedua orangtua, adik dan kakakku tidak lagi akan merasa risih karena sudah tak ada lagi yang akan mengganggu mereka, mungkin juga mereka akan hidup seperti biasanya, tak akan ada lagi sepintas pikiran tentang diriku, karena pasti aku akan menjadi yang terlupakan.
Teman-temanku akan menjalani kehidupannya seperti biasa, melupakanku dan menemukan teman yang baru, teman yang jauh berbeda dan jauh lebih baik dari diriku.
Terutama kekasihku, pasti seiring berjalannya waktu ia akan menemukan cinta baru dan mulai melupakanku, menjalani kehidupan dengan kisah cinta yang baru, tak akan terlintas lagi kenangan tentangku, ah sedih rasanya jika harus kulihat kenyataan yang seperti itu.
Aku tak pernah ingin pergi tanpa berpamit secepat itu, hanya saja pikiran nakal ini tiba-tiba melintas dimalam saat hujan turun deras, ah mungkin suara hujan yang menghujam genting ini meresonansi pikiranku ke masa lalu, masa di 14 tahun yang lalu, lebih tepatnya masa dibulan Desember 2001, aku tak akan memberitahu tanggalnya, karena aku akan melupakan kejadian di tanggal itu, lebih tepatnya aku ingin tanggal itu menghilang dari kehidupanku, -menghilang-.
Sampai saat ini, aku belum bisa menemukan sosok yang sama atau mungkin sosok yang hampir mirip untuk bisa ku andalkan dan ku ajak bicara, padahal sudah 14 tahun lamanya, tapi kenapa aku belum juga bisa beradaptasi dengan lingkungan baru, aku tak pernah bisa lebih terbuka, terlebih pada ibuku sendiri yang seharusnya sudah tak ada sekat lagi antara kita, tapi tetap saja sampai sekarang aku masih merasa sedikit canggung, meskipun tak selalu ku perlihatkan hal itu, karena aku takut akan menyakiti hatinya. Entah kenapa, tapi hatiku lebih menuntun kepada seseorang yang sudah tiada daripada ke orang yang jelas-jelas berdiri dihadapanku untuk mempertahankanku.
Malam yang indah, namun sayang pagi yang kelam. Pagi diawal Desember dulu, yang benar-benar membuatku berubah tanpa alasan, aku mengerti dan aku menyadari perubahan itu, tapi aku tak bisa lagi untuk kembali seperti semula, sampai kapan aku harus bermain peran seperti ini? Ini bukan aku yang seharusnya, aku yang dulu, entah harus bagaimana lagi untuk memperbaikinya, sepertinya sudah terlambat, tapi aku tak pernah menyerah untuk mencobanya.
Ah kenapa juga harus aku yang mengikuti jejakmu hai wanita yang kini sudah tak lagi ada dihidupku? kenapa harus aku yang kau pilih untuk menemanimu? Aku lelah jika terus seperti ini, tapi aku tak pernah tahu, apakah dulu kau juga sempat merasa lelah? Padahal baru juga aku menjalaninya sekitar 4 tahun, bagaimana denganmu yang sudah sempat menjalaninya selama 7 tahun? Sanggupkah aku melampaui batas waktumu?
Hei, aku ingin terjun sebebas mungkin dan merasakan angin yang merasuki pori-pori kulitku dengan mata terpejam dan perasaan yang sungguh bebas bahagia. Tapi kenyataannya? Aku harus mampu bertahan dalam rantai yang membelit sekujur tubuhku, membuat batas gerak tubuhku dan membekap mulutku untuk tak berbicara, bisakah terus hidup berjalan seperti ini?
Aku semakin tertekan jika mereka berbicara masalah "ketakutan", kau tahu persis bukan ketakutan apa yang aku maksudkan? Yap! ketakutan akan kehilangan diriku, ketakutan jika saja kejadian malam awal desember lalu terulang kembali, tanpa permisi tanpa berpamit aku tak lagi membuka mata, sama sepertimu. Aku semakin lelah mendengar semua alasan itu, sangat tertekan rasanya. Sejujurnya aku masih belum bisa menerimanya, namun bukankah hidup harus terus berjalan?
Aku ingin bertanya kepadamu hai wanita hebat, bagaimana rasanya saat malam itu? sudahkah pernah aku merasakan hal semacam itu? bagaimana perasaanmu dimalam itu? atau mungkin dipagi itu? Pagi saat aku mengharapkan kau sudah menempelkan ujung hidungmu pada hidungku untuk membangunkanku sambil memelukku, setelah perlahan aku membuka mata harusnya kau sontak mengejutkanku dengan teriakan kecil dan kecupan hangat dikeningku yang kemudian kau menggendongku mengajakku berkeliling ditaman belakang rumah, pagi itu aku masih berharap kau membuka matamu, hei kenapa berat sekali kau membuka mata? sebegitu beratkah kau mengantuk? paksa hatiku, sampai saat ini.
Aku juga masih tak mengerti, kenapa ibuku membiarkan kau begitu mendekatiku, sampai-sampai melebihi kedekatannya denganku, kau tahukah kenapa? Kini aku sudah tahu hai wanita hebatku, ibuku -wanita kebanggaanku- itu sudah memberiku jawaban pasti untuk pertanyaan yang terus mengambang ketika aku beranjak dewasa kemarin. Dan aku tak pernah lelah untuk memanggilnya kebanggaanku, karena memang ia pantas untuk dibanggakan. Ia rela menyampingkan perasaannya hanya demi dirimu wanita hebatku, aku memang tak tahu persis seperti apa perasaannya, namun sedikitnya aku bisa merasa ia tidak rela jika harus melepas buah hatinya bersama orang lain, bahkan sampai menganggap wanita yang melahirkannya asing dimatanya.
Aku bangga padamu, tapi aku lebih bangga pada ibuku :)
Kenapa sulit sekali melepasmu hai wanita hebat? bisakah kau biarkan aku terlepas dari jeratan eratmu ini? sudikah kau membiarkan aku berjalan dan berdiri sendiri tanpa bantuanmu? Jika rasa ini terus ada, aku yang akan mengkhawatirkanmu, aku takut kau tak akan lelap dalam tidurmu, kau tak akan tenang dalam gelapmu. Aku mohon, lepaskan saja diriku, jangan lagi kau pikirkan tentangku, agar tidurmu lelap, aku berjanji tak akan mengganggu tidurmu, aku tak akan membangunkanmu, tapi ku mohon lepaskan genggaman ini, sudah 14 tahun, aku lelah.........
Read More

Sabtu, 18 April 2015

Aku dan kau tetap menjadi "Kita"

Dear sahabatku tercinta,

Bagaimana kabarmu setelah hari penghakiman itu? Maaf, mungkin cara kami seperti menghakimimu, tapi sebenarnya kami sangat peduli padamu.
Hanya dengan tulisan aku bisa bercerita dan berekspresi, aku tak pandai merangkai kata lisan yang pantas untuk diucapkan, maka dari itu aku lebih memilih menulisnya untuk meluruskan maksudku.
Maaf jika lisan ini banyak menggores luka dihatimu, mungkin kau takkan pernah lupa akan apa yang aku ucapkan. Aku sadar banyak kata pahit yang terlontar dari bibirku, banyak komentar pedas yang aku ucapkan padamu.
Bukankah kau sudah dewasa, sobat? Luaskanlah pikiranmu, jangan terlalu sempit apa yang kau pikirkan tentang kami. Bukan maksud kami tak suka kepadamu, bukan pula karena kami malu memiliki teman sepertimu, tapi apalah gunanya teman jika tak bisa saling mengingatkan?
Kami, termasuk aku hanya ingin kau terlihat lebih baik didepan orang lain, kami hanya risih mendengar kabar negatif tentangmu sobat, kau sudah menjadi bagian dari kami, kami tak mungkin memintamu untuk menjadi orang lain, dengan dirimu yang sudah sepenuhnya menjadi dirimu sendiri, sudah cukup bagi kami untuk menerimamu.
Tolong, janganlah kau berpikiran negatif tentang kami. Kami hanya ingin membangun citra baik dirimu, kami memang tak pernah peduli dengan perkataan orang lain tentangmu, tentang kita, tapi apakah kami salah ingin membuat mereka bisa membuka mata tentangmu? Selama ini mereka hanya memandang sebelah mata padamu, pada kita, tapi semoga dengan kejadian ini mereka bisa membuka kedua mata dan hatinya untuk melihatmu, melihat kita ^^

Sahabat yang mencintai dan menyayangimu
Read More
Diberdayakan oleh Blogger.

Description

Seorang istri, anak, kakak, adik, dan pendidik.

About Me

Foto saya
Perempuan biasa yang tak pandai bicara

Friendship

Pageviews

About

Untaian kata yang tak pernah henti terurai. Huruf-huruf yang tersedak di tenggorokan, menutup muka untuk keluar. Semakin dalam, semakin sulit diungkapkan. Lewat tulisan aku menyapamu, lewat tulisan aku bercerita dan lewat tulisan aku mengenalmu.