Cerita, Cinta, dan Kita

Sabtu, 31 Januari 2015

Untuk Sahabatku, MFAJ

Hai, kamu yang jauh disana, apa kabar? Sedang apa kau sekarang? Aku ingin melihatmu, sekali saja ingin ku ulang memandangi wajahmu, berdiam pada satu pasang mata yang menghangatkan. Aku ingin kau menggenggam jemariku lagi, aku ingin kita bermain bersama lagi di depan teras rumahku, seperti dulu ataupun sekedar bersepeda ria mengitari jalanan desa.
Masih ingatkah kau padaku, kawan? Saat kita berdua tak risau bersenda gurau, tak perduli cemoohan manusia-manusia yang tak tahu apa-apa. Sedekat itukah kita, dulu? Tanpa batas kita bersenda gurau, berteriak hebat sampai menjadi pusat perhatian, berjalan bergandengan tangan diantara kelebatan bayangan ganas. Rindukah kau untuk mengulangnya lagi bersamaku?
Entah harus berapa puisi lagi yang harus ku tuliskan karenamu, segala yang terpikirkan olehku, selalu berujung padamu. Aku sudah kehabisan akal untuk membayangkan tentangmu, khayalku tak sampai jika mengharapkan kehadiranmu lagi disisiku, aku merindukanmu kawan, sangat merindukanmu.
Kawan, ingatkah kau dulu selalu meraih tanganku saat wajahku tertunduk pilu? Kau selalu tertawa meskipun saat candaanku tak bermutu. Kau tak pernah dengarkan mereka yang menghakimi kita, kau tak pernah risaukan merekan yang mencelamu karena dekat denganku. Bagaimana bisa, setelah itu semua, aku masih tak mau mengakui bahwa aku tak merindukanmu?
Setelah bel pulang berdering, kau selalu berlari ke arahku, dengan wajah sumringah sembari menggendong tas ranselmu yang besar, kau mengajakku untuk pulang bersama dengan menggunakan sepeda. Bukan, bukan kita menaiki sepeda yang sama, kita mengendarai sepeda yang berbeda. Setelah keluar dari persembunyian sekolah, aku menyebrang jalan. Sepanjang jalan yang kita tempuh, jarak jalanan yang ramai menghalangi kita untuk berdekatan, selama itu pula kita berteriak berbalas ucapan. Ya ampun, tak adakah rasa malu pada kita berdua? berteriak di tepian jalan sembari tertawa lepas, ah aku tak tahan mengingatnya. Ingatkah kau akan hal itu?
Hingga akhirnya hari itupun tiba. Kita tertawa dan menangis seperti yang lainnya. Kita tertawa, karena bisa mengakhiri masa-masa sekolah ini dengan baik. Tapi, kita menangis, bukan menangis bahagia karena mendapat nilai besar, bukan pula karena bahagia dipuji sebagai anak yang pintar, dan bukan juga bahagia karena melihat raut wajah orangtua yang sangat mengesankan terlihat bangga. Tapi karena perpisahan, karena kita akan menghadapi sebuah perpisahan yang entah kapan berakhir. Memang waktu kita hanya sebentar, kita bertemu dan bersama hanya dalam jangka waktu 1 tahun, tapi 1 tahun sudahlah cukup membuatmu berharga untukku. Ada hal lain yang mengharuskanmu pergi meninggalkanku, jauh, sangat jauh kau melangkah, tanpa menoleh tanpa berpamit, kau pergi begitu saja.
Kini, 9 tahun setelah kepergianmu, aku masih tak bisa melupakanmu. Apa kau tak rela untuk ku lupakan? Apa kau tak sanggup jika harus ku lupakan? Aku ingin melupakanmu, seperti kau melupakanku. Tapi kenapa aku tak pernah bisa? Semua kenangan itu selalu melekat dalam anganku. Ayolah, biarkan aku melupakanmu, aku sudah cukup berbaik hati padamu untuk mempersilahkanmu melupakanku, kenapa kau tidak? Apakah kau terlalu pengecut untuk menjadi "yang terlupakan" ? Sampai hari ini, aku masih berusaha untuk melupakan dan melepaskanmu, kawan.
Semoga kau selalu baik-baik saja....


Sahabat yang merindukanmu
- H. A -

0 komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.

Description

Seorang istri, anak, kakak, adik, dan pendidik.

About Me

Foto saya
Perempuan biasa yang tak pandai bicara

Friendship

Pageviews

About

Untaian kata yang tak pernah henti terurai. Huruf-huruf yang tersedak di tenggorokan, menutup muka untuk keluar. Semakin dalam, semakin sulit diungkapkan. Lewat tulisan aku menyapamu, lewat tulisan aku bercerita dan lewat tulisan aku mengenalmu.